Sumpah Ikal di Atas Nampan Pualam

30 Mei 2010

Judul Buku : Maryamah karpov
Penulis : Andrea Hirata
Penerbit : Yogyakarta, Bentang
Cetakan : I, November 2008
Jumlah Halaman : xii + 504
Peresensi : Moh. Fairuz Ad-Dailami*

Buku keempat tetralogi laskar pelangi yang ditunggu ini merupakan petualangan akhir bagi sang penulis dalam menyelesaikan kelengkapan cerita tentang sepuluh anak cemerlang dari tanah Belitong. Kekuatan mimpi-mimpi besar yang dimiliki anak-anak Laskar Pelangi dalam perjalanan menyongsong masa depan terefleksikan di tiap-tiap tulisan buku terakhir.

Mimpi besar itu diawali oleh Ikal (mozaik 2) atas sumpah serapah yang ia ucapkan untuk berjanji pada dirinya sendiri, menempatkan setiap kata-kata ayahnya di atas nampan pualam. Bersumpah akan sekolah setinggi-tingginya, ke negeri manapun dan apapun rintangannya.

Janji keramat ini dilatarbelakangi atas kekaguman dan rasa haru pada sang ayah. Bahwa kekeliruan administrasi Djuasin bin Djamalludin Anshori, Mandor Perusahaan Kawat Maskapai Timah di Belitong yang mengirimi surat berlambang maskapai nan terhormat pada ayah Ikal. Surat yang tak pernah disangka ini berisi soal kenaikan pangkat dan amplop rapel enam ternyata salah alamat.

Hal ini memupuskan rencana membelikan kebaya encim sang ibu yang sudah tiga kali lebaran tidak pernah ganti dan kue hok lo pan di atas loyang yang gurih berasap-asap kepada Ikal. Rencana ini hanya angan-angan semata, sungguh menyakitkan!

Namun sikap yang ditunjukkan sang ayah sungguh mengagumkan. Setelah seharian ikut mengantri bersama ratusan kuli yang dikirimI surat berlambang maskapai soal naik pangkat, tetapi sang ayah tak kunjung dipanggil-panggil sampai semua orang habis. Kenyataannya tidak menghilangkan sikap kebesaran jiwa, ia menyalami kawan-kawannya satu per satu untuk mengucapkan selamat setelah pengumuman kenaikan pangkat itu di pabrik timah. Dan sikap penuh takzim menerima penjelasan dari Mandor Djuasin malam harinya mengenai peraturan Maskapai bagi kuli seperti ayahnya yang tidak mempunyai ijazah memang tidak akan pernah naik pangkat membuktikan kelapangan hati sang ayah.

Dari peristiwa inilah, yang kemudian justru menjadi titik balik Ikal dalam berusaha keras untuk mewujudkan sumpahnya. Janji keramat terhadap dirinya sendiri untuk dapat sekolah setinggi-tingginya ke negeri manapun terkisahkan dalam lembaran buku ini, keberhasilannya belajar di Perancis dengan beasiswa khusus dari Uni Eropa membuktikan mimpi besar anak-anak Laskar Pelangi.

Perahu Asteroid
Ada bagian cerita menarik dalam buku ini, sekembalinya Ikal dari merampungkan studi di Paris. Ketika pertemuannya kembali dengan teman sebangku di SD Laskar Pelangi setelah sekian waktu yang lama, Lintang. Pertemuan ini menghasilkan ide brilian untuk membuat sebuah perahu yang oleh Lintang disebut dengan Perahu Asteroid.

Lebih mengharukan lagi, ketika Ikal merasa tidak sendirian dalam membuat Perahu Asteroid ini. Ternyata Samson, A Kiong, Syahdan, Sahara, Kucai, Flo, Trapani, dan Harun, para pemangku sumpah setia persahabatan Laskar Pelangi hadir di sana untuk ikut mensukseskan misi ini. Semuanya hadir dalam formasi lengkap dan penuh semangat untuk mengemban petualangan baru ke depan.

Misi ini merupakan rencana C ketika mimpi-mimpi besar anak Laskar Pelangi tidak semuanya terwujud sebagaimana rencana A. Cita-cita Samson yang sederhana ingin menjadi tukang sobek karcis di bioskop akhirnya terwujud, Kucai yang ingin jadi politisi pun tercapai, serta Flo dan Sahara, bahagia dengan anak-anak mereka. Selebihnya, anak-anak Laskar Pelangi mempunyai hikayat yang berbeda-beda. Diskusi rencana pembuatan Perahu Asteroid mengambil tempat di SD Muhammadiyah sembari menapaki kenangan-kenangan indah masa lalu sekaligus syahdu.

Lintang dan Ikal mangalami perdebatan sengit mengenai cara pandang (mozaik 46, halaman 285). Membuat sesuatu yang rumit menjadi begitu sederhana adalah keahlian khusus Lintang yang membuat Ikal selalu iri. Pesimistis Ikal dalam membuat Perahu Asteoid sebagaimana hebatnya kapal Bulukumba Mapangi telah terpatahkan oleh argumen-argumen Lintang.

Ikal yang berfikir membuat perahu tidak akan mungkin berhasil jika tanpa dibarengi oleh banyaknya pengalaman dalam membuat perahu sebelumnya, menjadikan Ikal merasa kecil hati untuk menytelesaikan tugas ini, mengingat ia belum pernah sama sekali membuat perahu atau berprofesi pembuat perahu.

Namun hal ini dibantah Lintang, menyuruh Ikal menempatkan dirinya sebagai seorang ilmuwan bukan seorang pembuat perahu. Dengan ilmu, perahunya akan lebih hebat daripada kapal legendaris Mapangi. Bagi Lintang, apapun bentuknya, perahu adalah sebuah bangun geometris yang tunduk pada dalil-dalil hidrodinamika. Ini yang tak pernah terpikirkan oleh Ikal sebelumnya.

Sihir Kata-kata
Dalam karya-karya Andrea Hirata, khususnya koleksi Laskar Pelangi, selalu ada ungkapan yang membarenginya, yaitu rasakan betapa setiap kalimat yang diciptakan memiliki kekuatannya sendiri lengkap dengan sihir kata-kata. Hal ini terbukti dalam buku terakhir dari tetralogi Laskar Pelanginya.

Cerita buku ini merupakan hasil susah payah Ikal dalam menegakkan sumpah untuk sekolah setinggi-tinginya demi martabat ayah dan keluarga. Menghindarkan dirinya menjadi kuli timah menggantikan tugas sang ayah. Kemudian cerita Ikal tentang banyak tempat dan peristiwa yang pernah ia jelajahi, sudut-sudut dunia yang telah ia kunjungi demi menemukan sang Cinta (A ling).

Namun cerita cinta ini sayangnya tidak menemukan ujung kisah percintaan Ikal dan A ling dengan cukup berarti. Hubungan masih tampak menggantung dan menyisakan sekelumit misteri. Mimpi-mimpi Lintang pun yang seharusnya ditekankan dalam karya terakhir ini pun kurang dijelaskan secara konkrit dan gamblang.

Daya tarik buku ini menjadi berbeda dari karya-karya sebelumnya, adalah banyaknya tokoh-tokoh baru lengkap dengan berbagai karakter yang mengiringinya. Konsistensi sang penulis menggarap sastra berdasarkan pendekatan budaya dan penggunaan perbendaharaan kata-kata yang mewakili kedalaman ilmu pengetahuan, merupakan sisi yang belum terjamah oleh penulis sastra manapun kecuali seorang Andrea Hirata. Maryamah Karpov merupakan pembelajaran bagi kita saat nasib membuktikan sifatnya yang hakiki bahwa ia akan memihak kepada para pemberani.

Tinggalkan komentar