Hilangnya Sakralitas Kontrak Sosial di Negeri Ini

30 Mei 2010

Oleh: Moh. Fairuz Ad-Dailami

Pemilu secara historis merupakan bentuk aktivitas pendelegasian amanat dari rakyat kepada seorang pemimpin. Dalam sisi filosofis, ia mempunyai ruang sakral dalam prosesi penyerahan jabatan dimana seketika itu juga seorang pemimpin mempunyai tanggung-jawab luar biasa besar dan berat terkait dengan kesejahteraan rakyat.

Tidak heran jika dalam serah-terima jabatan ini, dalam beberapa negara diharuskan mengambil sumpah jabatan menggunakan kitab suci. Secara simbolis, aktivitas ini menunjukkan perjanjiannya yang luar biasa, tidak hanya kepada rakyat, tetapi juga dengan Tuhan. Sakralitas yang melibatkan keimanan semacam inilah yang seharusnya menjadi bahan ajar bagi calon seorang pemimpin negara untuk memahami secara mendalam atas hakekat dari menjadi seorang pemimpin.

Teori Kontrak Sosial (social contract) sebagai dasar terbentuknya negara, yaitu perjanjian masyarakat kepada calon pemimpin (presiden) tampaknya mengalami reduksi arti sesungguhnya dalam hal esensi sebagaimana tataran teoritis, maupun implementasi secara praktis. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya parpor, caleg, dan calon presiden yang begitu mudahnya mengobral janji.

Sembako murah, peningkatan pertumbuhan ekonomi, pembukaan lahan kerja sampai 40 juta jiwa, memerangi kemiskinan, dan bahkan mereka ada yang berani akan memberikan 1000 beasiswa pendidikan + laptop kepada mahasiswa setiap tahunnya. Perang janji inilah yang kemudian malah menjadi citra “sampah” bagi janji-janji tidak jelas tersebut.
Dari sinilah sebenarnya kemuakan itu terjadi, betapa pemilu telah jauh kehilangan makna sakralnya sebagaimana perjanjian masyarakat yang telah dikonsepsikan sebelumnya. Ia bukan lagi kegiatan berfungsi-guna bagi terpilihnya calon pemimpin yang amanah, benar-benar peduli, dan memahami apa yang dibutuhkan oleh rakyatnya.

Tampaknya realitas ini jauh lebih besar kemungkinan terjadi di negeri ini, jadi istilah “janji yang mengikat” antara rakyat dan calon pemimpin yang terpilih nanti tak lebih dari sebatas dongeng yang hanya ada di buku saja.

Tinggalkan komentar